Anggi's diary

Monday, May 29, 2006

Indonesia menangis (lagi)

Bingung. Baru aja gue beranjak dari tempat tidur dengan ditemani udara Bandung yang lagi panas, ketika gue denger berita mengenai gempa berkekuatan 5,9 skala richter yang mengguncang Yogya dan sekitarnya hari Sabtu, 27 Mei kemaren. Campur-campur deh rasanya, antara bingung, ga tau mau bilang apa, dan sedih. Setelah mata bener-bener melek baru deh bisa mencerna berita di TV dengan baik. Hm….gempa 5,9 skala richter itu bukan gempa yang kecil lho. Apalagi kalo melihat kerusakan yang terjadi, menambah keyakinan semua orang bahwa gempa yang terjadi di Yogya kemaren itu lumayan dahsyat.

Saat berikutnya, gue langsung menyimak berita di TV yang pagi itu menyiarkan peristiwa ini. Rumah-rumah roboh, orang-orang berlarian keluar rumah ketakutan, dan yang paling bikin sedih adalah melihat korban-korban yang tergeletak di tempat seadanya waktu menerima pertolongan medis. Sedih banget!!! Rasanya air mata gue ga akan bisa meringankan penderitaan mereka.

Kalo dibilang Indonesia menangis, rasanya tidak terlalu mendramatisir. Tangis yang sudah hampir kering setelah bencana tsunami Aceh, saat ini “pecah” kembali setelah gempa yang merenggut 5000 jiwa ini (menurut berita di TV sampai hari senin, 29 Mei jam 2 siang). Soal bencana alam, kita memang tidak dapat menolak cobaan yang diberikan Tuhan. Justru karena adanya cobaan ini, saatnya bagi kita untuk introspeksi diri. Bukan malah menyalahkan salah satu pihak yang kurang cepat bereaksi memberi pertolongan. Hal ini nih yang dilakukan oleh beberapa pihak. Seharusnya dalam keadaan seperti ini, kita saling bahu-membahu memberi pertolongan.

Mungkin ada pertanyaan menggelitik diri kita semua. Kenapa sih harus Yogya yang kena gempa? Saat daerah itu juga sedang dalam status “siaga” karena aktivitas merapi yang meningkat. Ini adalah rahasia Tuhan, yang tidak kita tahu jawaban pastinya. Manusia boleh ngira-ngira, tapi siapa sih yang pernah tau jawaban itu bener atau ga? Kita hanya bisa berdoa dan berusaha, agar akibat dari bencana ini dapat segera diatasi.

Turut berduka cita atas gempa yang menimpa wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.

Saturday, May 20, 2006

Cinta tak perlu jawaban

Bingung sama judul di atas? Kalo gue, bingung sama kalimat yang tiba-tiba muncul dalam otak gue itu. (he….he Kepikiran sendiri, kok bingung sendiri juga ya?) Kalimat ini muncul ketika gue memperhatikan sekeliling gue, dan mendapati ternyata banyak juga ya cinta-cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ha…..ha Kalo gue bilang gitu, pasti mikirnya langsung ke pacaran ya? Padahal ga juga lho. Cinta yang dimaksud di sini bisa berarti luas. Bisa cinta pada keluarga, pekerjaan, hobi, temen, and many more……

Ketika kita mencintai sesuatu, maka kita akan memperhatikan hal tersebut dengan baik, memperlakukannya dengan hormat, intinya kita akan berusaha sebaik-baiknya dan rela berkorban untuk hal yang kita cintai itu. Misalnya aja nih, si A cinta banget ama pekerjaannya sebagai wartawan. Dia akan dengan senang hati ngeliput berita sampe ke ujung dunia sekalipun (ya ampun….ekstrim amat sih perumpamaannya?). Atau dia juga rela begadang untuk ngerjain tulisan liputan berita. Nah, untuk hal-hal semacam itu, cinta yang kita berikan mungkin ga bisa dibales langsung oleh pekerjaan itu. Kadang kita udah ga mikir apa balesannya kalo kita mengerjakan hal tersebut. Kita melakukannya dengan senang hati dan sungguh-sungguh karena emang kita seneng. Walaupun nanti-nantinya kita juga bakal dapat ganjaran atas apa yang sudah kita lakukan. Balik ke contoh wartawan tadi, si A bisa dapet gaji yang cukup (ini termasuk ganjaran kan?) karena pekerjaannya sebagai wartawan sangat memuaskan.

Lain halnya dalam hubungan cinta dengan sesama manusia. Misalnya cinta dalam keluarga. Rasa-rasanya kalo yang ini, cinta pasti bakal berbalas. Pasti ada timbal balik antara kita dengan anggota keluarga lainnya. Menurut gue, cinta dalam keluarga itu munculnya otomatis. Walaupun kalo dilihat di acara-acara TV itu ada juga ya konflik berat dalam keluarga yang bisa mengancam keutuhan keluarga, tapi pada dasarnya rasa cinta itu tetap ada di dalamnya.

Tapi bagaimana dalam hubungannya dengan teman? Apakah cinta kita pada seorang teman pasti akan selalu berbalas? Kalo sebagai teman biasa atau sahabat, sudah sewajarnya rasa cinta itu berbalas. Tanpa adanya cinta antara dua orang atau lebih tidak akan ada pertemanan atau persahabatan yang tulus. Perlu diingat juga, dalam hal ini cinta itu kadang tidak disadari.

Nah, yang paling susah dalam hubungannya dengan someone special. Kalo kita suka sama si lawan jenis itu (pasti lawan jenis ga ya? Hm….. no comment about that!!), belum tentu dia tahu, apalagi berbalas. Kalo kita mau dia tahu dan gayung yang kita rengkuhkan akan bersambut, kita harus berusaha menunjukkan atau malah memberi tahu ya? (he….he) Tapi kalo kita mau rasa itu hanya dipendam saja dan dia ga perlu tahu, yah…..itu hak kita juga kan untuk memilih? :-)

Sunday, May 14, 2006

Saatnya berbagi..........

Woi!! Guys, gue bawain makanan nih! Pada mau ga? Gubrak…..gubrak…..gubrak. Sesaat kemudian, temen-temen gue pada nyerbu tuh makanan.

He…he Well, sebenernya maksud judul di atas bukan berbagi makanan seperti kasus gue di atas. Tapi maksudnya adalah gimana sih seseorang bisa bagi waktu dalam hubungannya dengan orang lain, seperti hubungan dengan sahabat, keluarga, atau bahkan someone special [siapa tuh?? :-)], dan juga orang-orang dalam hidup kita Hal ini bukan hal baru untuk dibahas, cuman kembali mengusik pikiran kemarin sore.

Siang kemaren, gue dan temen-temen mau jalan-jalan. Yah….sekedar untuk melepas stres setelah dua hari dengan berbagai peristiwa yang bisa bikin gue depresi. Tapi, jalan bareng dengan 6 orang teman (termasuk gue, jadi ber-7) bukan hal mudah untuk diwujudkan, mengingat jadwal kami yang susah dicocokin. Siang kemaren juga ga jadi lagi, karena ada temen yang belum selesai ujian. So, kami merencanakan jalan hari sabtu. Untuk diketahui aja, jalan-jalan ini sebenernya dalam rangka mau traktiran ultah 2 orang diantara kami ber-7, yang harusnya sudah dilakukan sejak Januari kemaren. Ha…ha lama amat yak? Tapi, tiba-tiba ada salah seorang temen gue yang bilang ga bisa karena mau jalan ama cowoknya di hari sabtu itu juga. Alhasil, rencana nraktir sabtu ini gagal lagi. Gue ama 5 yang lain sempet kecewa ama alasan salah satu temen kami itu. Ternyata lebih penting cowoknya ya daripada kami para sahabatnya? Terbersit juga perasaan sedih di hati gue. Kenapa juga saat jadwal yang lain bisa, justru ada satu orang yang ga bisa dengan alasan cowok. Gue sempet mikir, jadi sebenernya gimana sih kita harus berbagi waktu antara keluarga, sahabat (teman), keluarga, dan of course juga untuk diri sendiri?

Harusnya sih kita bisa seimbang ya? Hm….teorinya sih keren. Kalo weekend ini gue pergi ama temen-temen, berarti weekend depan gue meluangkan waktu buat keluarga. Itu sih menurut gu, yang sampai saat ini masih berstatus jomblo (he….he). Tapi gimana kalo udah punya cowok? Lebih rumit kali ya? (ayo yang pada punya pacar, berbagai denga gue. Ha….ha). Kalo menurut gue, yang paling susah milih antara cowok dan sahabat. Dua-duanya sama-sama penting, walaupun mungkin lebih spesial si someone special itu. (he….he) Gampangnya niy, kalo lagi sering banget ketemu or jalan sama si someone special, yah….coba luangkan waktu dikit buat kumpul dan ketawa bareng ama sahabat kita, gitu juga sebaliknya. Tapi rasanya, kehidupan tidak semudah itu ya untuk dijalani. Yang harus diingat, jangan sampai tindakan dan keputusan kita mengecewakan salah satu pihak. Kalo memang terpaksa terjadi, harus ada penjelasan dari kita sampai pihak yang kecewa bisa mengerti. Setuju ga? :-)